Jumat, 29 November 2019

Istilah-Istilah dalam Kepakaran Hadits

Diposting oleh Cerita Winda di Jumat, November 29, 2019


TUGAS ULUMUL HADITS
ISTILAH-ISTILAH DALAM KEPAKARAN HADITS

Hasil gambar untuk logo uin suska riau


DI SUSUN OLEH :
WINDA AULIA ANNISA
11860120361
3B

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2019



Kata Pengantar

Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan karunia nya lah tugas Ulumul Hadits ini dapat terselesaikan. Tak lupa pula kita hadiahkan pula shalawat dan salam kepada junjungan alam nabi besar Muhammad ï·º nabi terakhir sekaligus pembimbing kita dari alam kebodohan menuju dunia yang penuh ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Pertama-tama izinkanlah saya untuk berterima kasih kepada dosen Ulumul Hadits, Ust. Abdul Ghani yang telah menugaskan saya untuk membuat tugas ini sehingga saya dapat memperdalam ilmu saya pada subjek ini.
Tujuan saya membuat tugas ini adalah untuk memperdalam ilmu saya sekaligus untuk menambah nilai saya dalam mata kuliah Ulumul Hadits ini.
Saya sadar bahwa tugas yang saya buat ini memiliki banyak kesalahan. Oleh karena itu saya memohon masukan dan bimbingan Ustadz dalam memperbaiki tugas ini.




Pekanbaru, November 2019

Penulis





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hadits merupakan sumber ajaran islam kedua setelah Al-Qur’an. Hadits adalah segala sesuatu perbuatan, perkataan, maupun persetujuan Rasulullah. Hadits merupakan penjelas dari ayat-ayat Al-Qur’an yang masih umum.
Sebelum mempelajari Hadits, kita terlebih dahulu harus mengerti istilah-istilah yang digunakan dalam mempelajari hadits. Tanpa mengetahui istilah-istilah tersebut, kita akan mengalami kesulitan dalan mempelajari hadits.
Istilah-istilah ini merupakan symbol yang disepakati dengan tujuan untuk memudahkan dalam menunjuk sesuatu yang dimaksud secara simple dan sederhana, sehingga sampai ke tujuan yang dimaksud.
Masing-masing disiplin ilmu memiliki istilah tertentu yang berbeda anat disiplin ilmu, kalaupun ada istilah yang sama tentu artinya berbeda. Begitu juga dalam ilmu hadits ada beragam istilah, mulai dari istilah dalam hadits, istilah periwayatan dan istilah kepakaran. Dalam makalah ini, penulis akan menjelaskan mengenai istilah-istilah dalam kepakaran hadits.

B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah apa saja istilah-istilah dalam kepakaran hadits.

C.     Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui istilah-istilah dalam kepakaran hadits.




BAB II
PEMBAHASAN

            Sebelum mengetahui istilah dalam kepakaran hadits, lebih baik kita mengetahui apa itu ilmu hadits. Ilmu hadist adalah ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk mengetahui kedudukan sanad, matan dan perawi apakah diterima atau ditolak.
            Para imam-imam hadits yang telah mencapai penguasaan kemampuan yang tinggi dalam bidang hadits, atau telah mencapai kemampuan hafalan yang luar biasa dalam hadits, baik matan dan sanadnya mendapat gelar yang diberikan oleh para ulama sesuai dengan keahlian, kemahiran, dan kemampuan hafalan mereka. Gelar kepakaran ini menjadi sangat penting untuk mengukuar penguasaan dan kemampuan seorang ahli hadits dalam bidang yang ditekuninya. Gelar dalam ilmu hadits sama halnya dengan gelar keilmuan dalam bidang ilmu lainnya. Gelar keilmuan dalam islam memang patut dihargai karena menunjukkan tingkat kepakaran seseorang dalam bidang ilmu tertentu, di samping menunjukkan kemajuan peradaban umat islam dalam bidang ilmu lebih pesat pada awal islam sebelum barat maju.
            Berikut istilah-istilah dalam kepakaran hadits atau gelar-gelar yang diberikan kepada ahli hadits adalah :

1.      Amir Al-Mu’minin
Gelar Amir Al-Mu’minin ini adalah gelar yang tertinggi dalam kepakaran seorang Ulama Hadits. Pada tingkat ini, seorang ahli hadits benar-benar diakui bahkan namanya termasyur di kalangan para Ulama mengenai kepakarannya dalam bidang Hadits.
Gelar Amir Al-Mu’minin sebenarnya diberikan kepada Khalifah Ash-Shiddiq dan setelahnya. Para Khalifah diberikan gelar demikian karena mendengarkan jawaban Nabi atas pernyataan mengenai siapa yang dikatakan Khalifah yaitu orang-orang sepeninggal Nabi yang paling ahli dalam periwayatan Hadits.
Walaupun kita hanya mengetahui bahwa gelar ini khusus disandangkan kepada Khalifah empat sesudah Rasulullah, yaitu Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, namun gelar Amir Al-Mu’minin ini juga digunakan untuk para ahli hadits yang paling tinggi. Dan gelar Amir Al-Mu’minin dalam bidang hadits tidak ada kaitannya sama sekali dengan gelar Amirul Mu’minin dalam bidang politik pemerintahan. Gelar ini mutlak dalam bidang ilmu hadits.
Gelar Amir Al-Mu’minin dalam ilmu hadits dimaksudkan gelar yang tertinggi pada masa tertentu sebagai seorang penghafal hadits dan mengetahui ilmu Dirayah dan ilmu Riwayah hadits pada masa tertentu, sehingga ia menjadi imam atau raja hadits yang banyak dikagumi oleh para ulama. Diantara para ulama yang mendapat gelar Amir Al-Mu’minin dalam bidang hadits adalah Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Ahmad bin Hanbali, Imam Ishad bin Rahawid, Imam Sufyan Ats-Tsauri, Imam Syu’bah bin Al-Hajjaj bin Al-Warad, An-Nawawi, Al-Mizzi, Adz-Dzahabi, dan Al-Asqalani.

2.      Al-Hakim
Al-Hakim adalah gelar keahlian bagi para pakar hadits yang menguasai seluruh permasalahan hadits, baik matan yang diriwayatkan maupun sanadnya dan mengetahui ihwal para perawi hadits yang adil dan yang tercela, mengetahui biografi para perawi, baik tentang perjalanan kepaa guru-gurunya dan sifat-sifatnya yang dapat diterima maupun ditolak, sehingga tidak ada yang ketinggalan kecuali sedikit menurut pendapat para ahli ilmu. Para ahli hadits yang mendapat gelar ini harus dapat menghafal hadits lebih dari 300.000 hadits beserta sanadnya.
Asy-Syahawiy mengemukakan tiga definisi istilah Al-Hakim yang berbeda. Pertama, Al-Hakim adalah seorang yang menguasai semua hadits yang diriwayatkan matan, sanad, jarh wa at-ta’dil, biografi periwayat dan lainnya. Kedua, Al-Hakim adalah seseorang yang menguasai sebagian besar dari point pertama. Ketiga, Al-Hakim adalahseseorang yang menguasai 700.000 hadits atau lebih serta sanadnya.
Diantara ulama yang memiliki gelar ini adalah Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Laits, Ibnu Dinar, dan lainnya.

3.      Al-Hujjah
Gelar ini diberikan kepada ahli hadits yang kemampuan hafalan haditsnya dapat dijadikan referensi bagi para penghafal hadits lainnya. Gelar ini diberikan kepada para ahli hadits yang mampu menghafal paling sedikit 300.000 hadits yang diriwayatkan baik sanad, matan, maupun perihal periwayatannya mengenai keadilan dan cacatnya. Asy-Syahwawiy juga mengemukakan definisi yang lebih umum, yaitu Al-Hujjah adalah orang yang hafalan haditsnya mumpuni dan mantap serta dapat mengemukakan hadits sebagai argument kepada orang-orang tertentu dan orang umum.
Para Muhaditsin yang mendapatkan gelar Al-Hakim adalah Hisyam bin ‘Urwah, Abu al-Huzayl Muhammad bin al-Wahid, Muhammad Abdullah bin ‘Amr, Abu Az-Zinad, dan lainnya.

4.      Al-Hafidz
Gelar setelah Al-Hujjah adalah Al-Hafidz. Gelar ini diberikan kepada ahli hadits yang dapat men-shahih-kan sanad dan matan hadits serta dapat men-ta’dil-kan dan men-jarh-kan para perawi hadits. Gelar Al-Hafidz diberikan kepada ahli hadits yang sanggup menghafal 100.000 hadits baik matan, sanad, maupun seluk beluk perawinya. Asy-Syahawiy mengemukakan definisi Al-Hafidz adalah orang yang sibuk dengan hadits dirayah dan riwayah serta memahami secara komprehensif para periwayat dan periwayatan hadits pada masanya, mengenali guru-guru para periwayat dan guru-gurunya itu pengenerasi periiwayat. Yang mana pengetahuannya tentang generasi periwayat itu lebih besar dari yang tidak diketahui. Al-Mizzy mengatakan, bahwa orang yang boleh dikatakan sebagai Al-Hafidz adalah seseorang yang mengetahui mayoritas keadaan perawi hadits atau dikatakan dia lebih banyak tau tentang keadaan perawi hadits daripada ketidaktahuannya.
Para muhaditsin yang mendapat gelar ini adalah Al-Iraqi, Syarafuddin Ad-Dimyathi, Ibnu Hajar Al-Asqalani, Ibnu Daqiq Al-Id, Adz-Dzahabi, dan lainnya.

5.      Al-Muhaddits
Para ahli hadits generasi pertama berpendapat bahwa Al-Hafidz dan Al-Muhaddits memiliki makna yang sama. Akan tetapi, para ahli hadits generasi akhir menyatakan bahwa Al-Hafidz lebih khusus daripada Al-Muhaddits. Menurut At-Taj As-Subki dalam bukunya Maw’id An-Ni’am, Al-Muhaddits adalah orang yang banyak mengetahui sanad, ‘illat, nama para periwayat hadits, baik yang tinggi dan yang rendah, dan yang memahami buku induk hadits enam; Musnad Ahmad, Sunan Al-Baihaqi, Mu’jam Ath-Thabrani, dan Seribu juz hadits. Pada masa salaf, orang yang dianggap sebagai Al-Muhaddits adalah orang yang mendikte sekurang-kurangnya 20.000 hadits.
As-Suyuti dalam kitab At-Tadribnya menjelaskan, menurut Abu Syamah, ilmu hadits yang harus dikuasai oleh seorang Al-Muhaddits yaitu : Pertama, menghafal matan-mataan hadits dan mengetahui gharib serta faqihnya. Kedua, Menghafal sanad, mengetahui ihwal para perawi, dan dapat membedakan antara yang shahih dengan yang dhaif. Ketiga, Menghimpun buku, menulis, mendengar, mencari sanad sanad hadits, dan mengetahui sanad yang terpendek darinya.Para ulama yang mendapat gelar Al-Muhaddits adalah Atha bi Abi Rabah, Muhammad Al-Murtadha, Az-Zabidi, Ibnu Katsir, dan lainnya.

6.      Al-Musnid
Al-Musnid yaitu gelar keahlian yang meriwayatkan hadits beserta sanadnya, baik ia menguasai benar tentang keadaan sanad maupun tidak. Al-Musnid juga disebut dengan Ath-Thalib, Al-Mubtadi, dan Ar-rawi. Atau diartikan, orang yang hanya mempelajari dan mengajar hadits, tetapi tidak mengetahui segala ilmunya, ia lebih cenderung hanya sebagai perawi. Dengan demikian, maka ukuran pemberian gelar tersebut bukan sekedar didasarkan pada jumlah hadits yang dihafalkannya saja, tetapi juga diukur dari segi penguasaan dan kemahiran dibidang ‘Ulum al-Hadits.

7.      Thalib Al-Hadits
 Gelar ini diperuntukkan kepada orang yang tengah mendalami bidang hadits dan ia masih dalam tahap belajar atau sedang mencari hadits. Gelar Thalib Al-Hadits ini meupakan gelar paling rendah diantara gelar-gelar lainnya dalam bidang ulumul hadits.

            Demikian gelar yang diberikan kepada para pakar hadits sebagai penghargaan gelar keilmuan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dengan gelar ini dapat membantu kepada para pengkaji hadits, dimana diantara mereka ada yang lebih kredibel (tsiqah) sebagai perbandingan dengan yang tsiqah saja atau yang kurang tsiqah. Gelar-gelar tersebut sangat berpengaruh terhadap kualitas hadits yang diriwayatkan dan yang dibukukan dalam berbagai kitab hadits.




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Para ulama telah memberikan gelar-gelar kepada para Imam Ahli Hadits, karena kemampuan mereka dalam menguasai hadits dan ilmu hadits serta sebagai penghormatan kepada mereka. Adapun gelar para ahli hadits ada tujuh yaitu:
  1. Amir al-Mu’minin, yaitu gelar tertinggi untuk ahli hadits dan mereka yang memenuhi syarat seolah-olah berfungsi sebagai khalifah yang akan meriwayatkan atau menyampaikan hadits-hadits Nabi.
  2. Al-Hakim, yaitu orang ini harus menghafal dengan baik lebih dari 300.00 hadits Nabi lengkap dengan urutan-urutan sanadnya, seluk beluk periwayatannya dan sebagainya.
  3. Al-Hujjah, yaitu orang ini sanggup menghafal 300.000 hadits, baik sanad, matan maupun perihal periwayatnnya mengenai keadilan dan cacatnya.
  4. Al-Hafiz, yaitu orang ini sanggup menghafal 100.000 hadits, baik sanad, matan, maupun seluk beluk periwayatnya, serta mampu mengadakan ta’dil dan tajrih terhadap para periwayatnya.
  5. Al-Muhaddis, yaitu orang ini sanggup menghafal 1.000 hadits, baik sanad, matan, maupun seluk beluk periwayatnya, jarh dan ta’dil-nya, tingkatan haditsnya serta memahami hadits-hadits yang termaktub.
  6. Al-Musnid, yaitu orang yang menerima gelar ini ulama hadits yang meriwayatkan hadits beserta sanadnya, baik menguasai ilmunya maupun tidak.
  7. Thalib Al-Hadits, yaitu orang yang sedang mempelajari atau mencari hadits.



DAFTAR PUSTAKA

Khon, Abdul Majid. 2018. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah



0 komentar:

Posting Komentar

 

Winda Bercerita Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea