TUGAS ULUMUL HADITS
ISTILAH-ISTILAH DALAM
KEPAKARAN HADITS
DI SUSUN
OLEH :
WINDA AULIA
ANNISA
11860120361
3B
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2019
Kata Pengantar
Alhamdulillah, Puji
syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan karunia nya lah tugas Ulumul
Hadits ini dapat terselesaikan. Tak lupa pula kita hadiahkan pula shalawat dan
salam kepada junjungan alam nabi besar Muhammad ï·º nabi terakhir
sekaligus pembimbing kita dari alam kebodohan menuju dunia yang penuh ilmu
pengetahuan seperti sekarang ini.
Pertama-tama
izinkanlah saya untuk berterima kasih kepada dosen Ulumul Hadits, Ust. Abdul
Ghani yang telah menugaskan saya untuk membuat tugas ini sehingga saya dapat
memperdalam ilmu saya pada subjek ini.
Tujuan
saya membuat tugas ini adalah untuk memperdalam ilmu saya sekaligus untuk
menambah nilai saya dalam mata kuliah Ulumul Hadits ini.
Saya
sadar bahwa tugas yang saya buat ini memiliki banyak kesalahan. Oleh karena itu
saya memohon masukan dan bimbingan Ustadz dalam memperbaiki tugas ini.
Pekanbaru,
November 2019
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hadits
merupakan sumber ajaran islam kedua setelah Al-Qur’an. Hadits adalah segala
sesuatu perbuatan, perkataan, maupun persetujuan Rasulullah. Hadits merupakan
penjelas dari ayat-ayat Al-Qur’an yang masih umum.
Sebelum
mempelajari Hadits, kita terlebih dahulu harus mengerti istilah-istilah yang
digunakan dalam mempelajari hadits. Tanpa mengetahui istilah-istilah tersebut,
kita akan mengalami kesulitan dalan mempelajari hadits.
Istilah-istilah
ini merupakan symbol yang disepakati dengan tujuan untuk memudahkan dalam
menunjuk sesuatu yang dimaksud secara simple dan sederhana, sehingga sampai ke
tujuan yang dimaksud.
Masing-masing
disiplin ilmu memiliki istilah tertentu yang berbeda anat disiplin ilmu,
kalaupun ada istilah yang sama tentu artinya berbeda. Begitu juga dalam ilmu
hadits ada beragam istilah, mulai dari istilah dalam hadits, istilah
periwayatan dan istilah kepakaran. Dalam makalah ini, penulis akan menjelaskan
mengenai istilah-istilah dalam kepakaran hadits.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini
adalah apa saja istilah-istilah dalam kepakaran hadits.
C.
Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk
mengetahui istilah-istilah dalam kepakaran hadits.
BAB II
PEMBAHASAN
Sebelum mengetahui
istilah dalam kepakaran hadits, lebih baik kita mengetahui apa itu ilmu hadits.
Ilmu hadist adalah ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk mengetahui kedudukan
sanad, matan dan perawi apakah diterima atau ditolak.
Para imam-imam
hadits yang telah mencapai penguasaan kemampuan yang tinggi dalam bidang
hadits, atau telah mencapai kemampuan hafalan yang luar biasa dalam hadits, baik
matan dan sanadnya mendapat gelar yang diberikan oleh para ulama sesuai dengan
keahlian, kemahiran, dan kemampuan hafalan mereka. Gelar kepakaran ini menjadi
sangat penting untuk mengukuar penguasaan dan kemampuan seorang ahli hadits
dalam bidang yang ditekuninya. Gelar dalam ilmu hadits sama halnya dengan gelar
keilmuan dalam bidang ilmu lainnya. Gelar keilmuan dalam islam memang patut
dihargai karena menunjukkan tingkat kepakaran seseorang dalam bidang ilmu
tertentu, di samping menunjukkan kemajuan peradaban umat islam dalam bidang
ilmu lebih pesat pada awal islam sebelum barat maju.
Berikut
istilah-istilah dalam kepakaran hadits atau gelar-gelar yang diberikan kepada
ahli hadits adalah :
1.
Amir
Al-Mu’minin
Gelar Amir Al-Mu’minin ini adalah
gelar yang tertinggi dalam kepakaran seorang Ulama Hadits. Pada tingkat ini,
seorang ahli hadits benar-benar diakui bahkan namanya termasyur di kalangan
para Ulama mengenai kepakarannya dalam bidang Hadits.
Gelar Amir Al-Mu’minin sebenarnya
diberikan kepada Khalifah Ash-Shiddiq dan setelahnya. Para Khalifah diberikan
gelar demikian karena mendengarkan jawaban Nabi atas pernyataan mengenai
siapa yang dikatakan Khalifah yaitu orang-orang sepeninggal Nabi yang paling
ahli dalam periwayatan Hadits.
Walaupun kita hanya mengetahui bahwa
gelar ini khusus disandangkan kepada Khalifah empat sesudah Rasulullah, yaitu
Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan dan Ali bin
Abi Thalib, namun gelar Amir Al-Mu’minin ini juga digunakan untuk para ahli
hadits yang paling tinggi. Dan gelar Amir Al-Mu’minin dalam bidang hadits tidak
ada kaitannya sama sekali dengan gelar Amirul Mu’minin dalam bidang politik
pemerintahan. Gelar ini mutlak dalam bidang ilmu hadits.
Gelar Amir Al-Mu’minin dalam ilmu
hadits dimaksudkan gelar yang tertinggi pada masa tertentu sebagai seorang
penghafal hadits dan mengetahui ilmu Dirayah dan ilmu Riwayah hadits pada masa
tertentu, sehingga ia menjadi imam atau raja hadits yang banyak dikagumi oleh
para ulama. Diantara para ulama yang mendapat gelar Amir Al-Mu’minin dalam
bidang hadits adalah Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Ahmad bin Hanbali, Imam
Ishad bin Rahawid, Imam Sufyan Ats-Tsauri, Imam Syu’bah bin Al-Hajjaj bin
Al-Warad, An-Nawawi, Al-Mizzi, Adz-Dzahabi, dan Al-Asqalani.
2.
Al-Hakim
Al-Hakim adalah gelar keahlian bagi
para pakar hadits yang menguasai seluruh permasalahan hadits, baik matan yang
diriwayatkan maupun sanadnya dan mengetahui ihwal para perawi hadits yang adil
dan yang tercela, mengetahui biografi para perawi, baik tentang perjalanan
kepaa guru-gurunya dan sifat-sifatnya yang dapat diterima maupun ditolak,
sehingga tidak ada yang ketinggalan kecuali sedikit menurut pendapat para ahli
ilmu. Para ahli hadits yang mendapat gelar ini harus dapat menghafal hadits
lebih dari 300.000 hadits beserta sanadnya.
Asy-Syahawiy mengemukakan tiga
definisi istilah Al-Hakim yang berbeda. Pertama, Al-Hakim adalah seorang
yang menguasai semua hadits yang diriwayatkan matan, sanad, jarh wa at-ta’dil,
biografi periwayat dan lainnya. Kedua, Al-Hakim adalah seseorang yang
menguasai sebagian besar dari point pertama. Ketiga, Al-Hakim
adalahseseorang yang menguasai 700.000 hadits atau lebih serta sanadnya.
Diantara ulama yang memiliki gelar
ini adalah Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Laits, Ibnu Dinar, dan lainnya.
3.
Al-Hujjah
Gelar ini diberikan kepada ahli
hadits yang kemampuan hafalan haditsnya dapat dijadikan referensi bagi para
penghafal hadits lainnya. Gelar ini diberikan kepada para ahli hadits yang
mampu menghafal paling sedikit 300.000 hadits yang diriwayatkan baik sanad,
matan, maupun perihal periwayatannya mengenai keadilan dan cacatnya.
Asy-Syahwawiy juga mengemukakan definisi yang lebih umum, yaitu Al-Hujjah
adalah orang yang hafalan haditsnya mumpuni dan mantap serta dapat mengemukakan
hadits sebagai argument kepada orang-orang tertentu dan orang umum.
Para Muhaditsin yang mendapatkan
gelar Al-Hakim adalah Hisyam bin ‘Urwah, Abu al-Huzayl Muhammad bin al-Wahid,
Muhammad Abdullah bin ‘Amr, Abu Az-Zinad, dan lainnya.
4.
Al-Hafidz
Gelar setelah Al-Hujjah adalah
Al-Hafidz. Gelar ini diberikan kepada ahli hadits yang dapat men-shahih-kan
sanad dan matan hadits serta dapat men-ta’dil-kan dan men-jarh-kan para perawi
hadits. Gelar Al-Hafidz diberikan kepada ahli hadits yang sanggup menghafal
100.000 hadits baik matan, sanad, maupun seluk beluk perawinya. Asy-Syahawiy
mengemukakan definisi Al-Hafidz adalah orang yang sibuk dengan hadits dirayah
dan riwayah serta memahami secara komprehensif para periwayat dan periwayatan
hadits pada masanya, mengenali guru-guru para periwayat dan guru-gurunya itu
pengenerasi periiwayat. Yang mana pengetahuannya tentang generasi periwayat itu
lebih besar dari yang tidak diketahui. Al-Mizzy mengatakan, bahwa orang yang
boleh dikatakan sebagai Al-Hafidz adalah seseorang yang mengetahui mayoritas
keadaan perawi hadits atau dikatakan dia lebih banyak tau tentang keadaan
perawi hadits daripada ketidaktahuannya.
Para muhaditsin yang mendapat gelar
ini adalah Al-Iraqi, Syarafuddin Ad-Dimyathi, Ibnu Hajar Al-Asqalani, Ibnu
Daqiq Al-Id, Adz-Dzahabi, dan lainnya.
5.
Al-Muhaddits
Para ahli hadits generasi pertama
berpendapat bahwa Al-Hafidz dan Al-Muhaddits memiliki makna yang sama. Akan
tetapi, para ahli hadits generasi akhir menyatakan bahwa Al-Hafidz lebih khusus
daripada Al-Muhaddits. Menurut At-Taj As-Subki dalam bukunya Maw’id An-Ni’am,
Al-Muhaddits adalah orang yang banyak mengetahui sanad, ‘illat, nama para
periwayat hadits, baik yang tinggi dan yang rendah, dan yang memahami buku
induk hadits enam; Musnad Ahmad, Sunan Al-Baihaqi, Mu’jam Ath-Thabrani, dan
Seribu juz hadits. Pada masa salaf, orang yang dianggap sebagai Al-Muhaddits
adalah orang yang mendikte sekurang-kurangnya 20.000 hadits.
As-Suyuti dalam kitab At-Tadribnya
menjelaskan, menurut Abu Syamah, ilmu hadits yang harus dikuasai oleh seorang
Al-Muhaddits yaitu : Pertama, menghafal matan-mataan hadits dan
mengetahui gharib serta faqihnya. Kedua, Menghafal sanad, mengetahui
ihwal para perawi, dan dapat membedakan antara yang shahih dengan yang dhaif. Ketiga,
Menghimpun buku, menulis, mendengar, mencari sanad sanad hadits, dan
mengetahui sanad yang terpendek darinya.Para ulama yang mendapat gelar
Al-Muhaddits adalah Atha bi Abi Rabah, Muhammad Al-Murtadha, Az-Zabidi, Ibnu
Katsir, dan lainnya.
6.
Al-Musnid
Al-Musnid yaitu gelar keahlian yang
meriwayatkan hadits beserta sanadnya, baik ia menguasai benar tentang keadaan
sanad maupun tidak. Al-Musnid juga disebut dengan Ath-Thalib, Al-Mubtadi, dan
Ar-rawi. Atau diartikan, orang yang hanya mempelajari dan mengajar hadits,
tetapi tidak mengetahui segala ilmunya, ia lebih cenderung hanya sebagai
perawi. Dengan demikian, maka ukuran pemberian gelar tersebut bukan sekedar
didasarkan pada jumlah hadits yang dihafalkannya saja, tetapi juga diukur dari
segi penguasaan dan kemahiran dibidang ‘Ulum al-Hadits.
7.
Thalib
Al-Hadits
Gelar ini diperuntukkan kepada orang yang
tengah mendalami bidang hadits dan ia masih dalam tahap belajar atau sedang
mencari hadits. Gelar Thalib Al-Hadits ini meupakan gelar paling rendah
diantara gelar-gelar lainnya dalam bidang ulumul hadits.
Demikian gelar
yang diberikan kepada para pakar hadits sebagai penghargaan gelar keilmuan
sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dengan gelar ini dapat membantu
kepada para pengkaji hadits, dimana diantara mereka ada yang lebih kredibel
(tsiqah) sebagai perbandingan dengan yang tsiqah saja atau yang kurang tsiqah.
Gelar-gelar tersebut sangat berpengaruh terhadap kualitas hadits yang
diriwayatkan dan yang dibukukan dalam berbagai kitab hadits.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Para ulama telah memberikan gelar-gelar kepada
para Imam Ahli Hadits, karena kemampuan mereka dalam menguasai hadits dan ilmu
hadits serta sebagai penghormatan kepada mereka. Adapun gelar para ahli hadits
ada tujuh yaitu:
- Amir al-Mu’minin, yaitu gelar tertinggi untuk ahli hadits dan mereka yang memenuhi syarat seolah-olah berfungsi sebagai khalifah yang akan meriwayatkan atau menyampaikan hadits-hadits Nabi.
- Al-Hakim, yaitu orang ini harus menghafal dengan baik lebih dari 300.00 hadits Nabi lengkap dengan urutan-urutan sanadnya, seluk beluk periwayatannya dan sebagainya.
- Al-Hujjah, yaitu orang ini sanggup menghafal 300.000 hadits, baik sanad, matan maupun perihal periwayatnnya mengenai keadilan dan cacatnya.
- Al-Hafiz, yaitu orang ini sanggup menghafal 100.000 hadits, baik sanad, matan, maupun seluk beluk periwayatnya, serta mampu mengadakan ta’dil dan tajrih terhadap para periwayatnya.
- Al-Muhaddis, yaitu orang ini sanggup menghafal 1.000 hadits, baik sanad, matan, maupun seluk beluk periwayatnya, jarh dan ta’dil-nya, tingkatan haditsnya serta memahami hadits-hadits yang termaktub.
- Al-Musnid, yaitu orang yang menerima gelar ini ulama hadits yang meriwayatkan hadits beserta sanadnya, baik menguasai ilmunya maupun tidak.
- Thalib Al-Hadits, yaitu orang yang sedang mempelajari atau mencari hadits.
DAFTAR PUSTAKA
Khon, Abdul Majid. 2018. Ulumul Hadis.
Jakarta: Amzah
0 komentar:
Posting Komentar